Headline
Sentil KDM, Legislator Fraksi PKB  Sebut Jabar Diminta Belajar dari Prabowo, Soal Kepedulian Pesantren

Sentil KDM, Legislator Fraksi PKB Sebut Jabar Diminta Belajar dari Prabowo, Soal Kepedulian Pesantren

 Bandung: Tragedi runtuhnya bangunan di Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menelan korban jiwa memantik perhatian nasional. Namun di tengah kepedulian pemerintah pusat, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Maulana Yusuf Erwinsyah, menilai kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat justru semakin menjauh dari dunia pesantren, terutama sejak kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi.(8/10/25).

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Maulana Yusuf Erwinsyah (Foto:PKB/DPRD Jabar).

Menurut Maulana Yusuf, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keteladanan dalam merespons cepat peristiwa tersebut. Presiden langsung memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhaimin Iskandar untuk meninjau kondisi pesantren di seluruh Indonesia.

“Saat Presiden Prabowo merasa khawatir terhadap kondisi bangunan pesantren dan langsung bergerak cepat, itu menunjukkan kepedulian mendalam terhadap pendidikan keagamaan. Lain halnya dengan Pemprov Jabar yang justru terkesan menjauh dari pesantren,” ujar Maulana Yusuf di Bandung, Selasa (8/10/2025).

Ia menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban dan berharap tragedi di Pesantren Al-Khoziny menjadi yang terakhir menimpa lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia.

“Musibah ini bukan sekadar bencana, tetapi juga alarm keras tentang lemahnya perhatian pemangku kebijakan terhadap keselamatan santri dan kelayakan bangunan pesantren,” tegasnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, gejala menjauhnya Pemprov Jabar dari pesantren terlihat sejak perubahan arah kebijakan di bawah Gubernur Dedi Mulyadi. Sebelum periode tersebut, bantuan untuk pesantren, masjid, dan mushola secara rutin dialokasikan, meskipun tidak besar.

“Bahkan untuk tahun anggaran 2025 sebenarnya sudah disiapkan Rp135 miliar untuk bantuan lembaga keagamaan. Namun dengan alasan adanya oknum penerima yang kurang baik, bantuan pesantren justru dihentikan,” ungkap Maulana.

Ia menambahkan, Pemprov Jabar sempat menjanjikan skema pengganti berupa beasiswa bagi santri. Namun, janji itu kembali diingkari karena anggaran beasiswa santri dalam Perubahan APBD 2025 hanya sebesar Rp5 miliar, tanpa kejelasan teknis pelaksanaan.

“Yang lebih memprihatinkan, untuk tahun anggaran 2026, belum ada tanda-tanda kembalinya alokasi bantuan bagi sarana keagamaan termasuk pesantren. Ini semakin memperlihatkan jarak antara pemerintah daerah dan dunia pesantren,” jelasnya.

Maulana menegaskan, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab moral dan administratif dalam pemberdayaan, pembinaan, serta pengawasan pesantren.

“Pesantren adalah fondasi sosial dan spiritual masyarakat Jawa Barat. Karena itu, sudah seharusnya Pemprov hadir dengan kebijakan nyata, bukan hanya simbolik,” pungkasnya.(*)
BERITA TERKINI
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar